Penyakit tuberculosis atau disingkat TBC sampai saat ini masih menjadi penyakit yang mengintai masyarakat di Indonesia. Angkapenderitanya terus bertambah. Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menjelaskan kendala pertama dalam penangananpenyakitini adalah menemukan pasien TBC untuk seterusnya diobati sampai sembuh. Yuri menjelaskan dari data 2018 ada sekitar 842 ribu masyarakat Indonesia yang terkena TBC namun yang bari ditemukan sebanyak 570 ribu kasus sehingga perlu usaha untuk menemukan kasus lainnya.
"Tidak mudah menemukannya karena data di tahun 2018 perhitungannya ada 316 kasus per 100 ribu penduduk artinya ada 842 ribu sekarang ini baru dinotifikasi 570 ribu masih banyak yang belum ditemukan," ungkap Yuri saat live di Radip Elshinta, Kamis (28/5/2020). Kalau masih banyak kasus yang belum ditemukan, berarti masih banyak sumber penularan TBC di masyarakat. Sebab, TBC bisa ditularkan melalui droplet atau partikel kecil ludah pasien yang keluar saat batuk atau berbicara.
Yuri mengatakan penanganan TBC ini mirip dengan penanganan virus covid 19.Setelah satu pasien ditemukan, maka akan diperiksa juga orang orang yang pernah kontak dengan si pasien. "Jadi setiap kali mebemukan kasus TBC, ini analoginya sama dengan covid 19, harus dilakukan kontak tracing, siapa saja yang kontak dekat kemudian kita harus meyakini bahwa kontak dekat diperiksa apakah tertular atau tidak," kata Yuri. Kemudian setelah pasien ditemukan pasien wajib mengonsumsi obat TBC sampai bakteri penyebabnya sembuh yang butuh ketelatenan dari pasien.
"TBC bukan bukan self limiting disasese tapi karena bakteri kita harus diobati," ungkap Yuri. Dalam pengobatan ini juga ada tantangannya karena melihat dari 570 ribu kasus TBC yang ternotifikasi banyak pasien yang resisten terhadap obat atau kuman kebal terhadap obat yang dikonsumsi. Kemudian ada pasien yang memiliki penyakit lain yang membuat imunitas tubuhnya menurun sehingga proses penyembuhannya akan semakin lama.
"Ada pasien yang resisten obat ini juga yang jadi problemnya, dan ada kasus mix TBC dengan HIV, ini bukan sesuatu yang mudah atau TBC dan diabetes, sekrang kan ada covid 19 nih ada TBC dengan Covid, TBC pada anak ini masalahnya," pungkas Yuri.