Nasib pilu menimpa Zuraida Hanum, otak pembunuhan Hakim PN Medan Jamaluddin. Setelah divonis hukuman mati oleh hakim, kini ia tak mendapat hak asuh anak. Pengadilan Agama (PA) Klasi IA Medan memutuskan tak menerima gugatan hal asuh atas anaknya.
PA Medan menjatuhkan putusan NO (niet ontvankelijke verklaard) atau tidak dapat diterimanya gugatan hak asuh anak almarhum hakim Jamaluddin dengan istrinya Zuraida Hanum yaitu Khanza. Gugatan itu diajukan oleh pengacara keluarga almarhum Jamaluddin untuk menetapkan sah dimata hukum atas hak asuh Khanza. Khanza merupakan hasil dari pernikahan almarhum Jamaluddin dan Istrinya Zuraida Hanum.
Hal tersebut dibenarkan oleh Humas PA H Mardongan Nasution. "Iya benar, putusan NO itu dibacakan oleh Hakim ketua Drs. H Rusli S.H, Kamis (27/8/2020) lalu," ujarnya saat dihubungi Tri bun Medan, Rabu (9/9/2020) sore. Saat ditanyakan oleh Tri bun Medan apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim, ia menyatakan tidak mengetahuinya.
Sementara Muhammad Jafar selaku Kuasa Hukum keluarga almarhum Jamaluddin, menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil. Dikatakannya, salah satu pertimbangan hakim memutus NO, karena tidak adanya surat pernyataan resmi dari keluarga almarhum Jamaluddin, dalam hal ini hak tanggungjawab asuh diserahkan kepada Kenny Akbari yang merupakan kakak dari Khanza. "Dalam putusan NO itu, salah satu pertimbangan hakim karena tidak ada surat pernyataan dari Kenny yang mau bersedia mengurus (Khanza)," ujarnya.
Padahal menurut dia, dalam agenda pemeriksaan saksi di depan persidangan sebelumnya, Kenny menyatakan sudah bersedia mengasuh adiknya Khanza. "Di sidang itu kan, salah satu pengakuan yang sempurna. Jadi untuk apalagi ada surat pernyataan," cetusnya. Selain itu, pertimbangan majelis hakim yakni, dalam pengajuan hak asuh anak harus ada surat rekomendasi dari Dinas Sosial Kota Medan yang menyatakan anak bukan merupakan adopsi.
"Dia (Khanza) kan adik kandungnya Kenny. Kecuali kalau dia tadi anak pungut yang didapat di jalan. Makanya saya melihat, hakim blunder," pungkasnya. Ia menyatakan akan mengajukan banding atas putusan hakim PA itu. "Iya, pasti kita akan mengajukan banding atas putusan itu," ujarnya.
Melalui kuasa hukumnya, Zuraida Hanum yang saat ini di Lapas Wanita sedang menunggu putusan Pengadilan Tinggi, karena kasus pembunuhan berencana yang dilakukannya kepasa suaminya ini menyatakan syukur atas putusan hakim PA itu. "Dia merasa bersyukur atas putusan itu, sebab saat ini Khanza masih bersama dengan orang tuanya (Zuraida Hanum), yang juga neneknya sendiri," kata Onan Purba mewakili terdakwa. Selain Zuraida, dia juga menyatakan bahwa keluarganya bersyukur akan putusan itu.
"Neneknyapun bersyukur, karenakan Khanza ini dirawat sama mereka. Kalau tiba tiba diambil kan sedih. Bukan tidak di urus," katanya. Onan menyatakan apa yang diputuskan oleh majelis hakim sebenarnya sudah tepat, sebab Khanza saat ini masih memiliki orang tua. Dan Kenny yang ingin mengasuh masih belum memiliki pendapatan tetap.
"Kennykan belum kerja, kek mana dia mau menghidupi adiknya itu. Selain itu kan, ibu kandungnya (Zuraida) masih hidup. Jadi saya rasa merasa putusan hakim itu tepat dimata hukum dan masyarakat," ujarnya. Saat disinggung soal perkara Zuraida Hanum yang masih bergulir di Pengadilan Tinggi, dia hanya berharap agar kliennya itu dihukum seringan mungkin. "Kami nggak muluk muluk minta dia bebas. Hanya minta dia dihukum secara adil. Dihukum 20 atau 25 tahunlah. Seperti kata saya kemarin, kalau dipidana mati, berarti hakim telah menghukum anaknya menjadi yatim dan piatu," katanya.
Sebelumnya, Zuraida Hanum divonis mati oleh Hakim Ketua Erintuah Damanik yang dibacakan oleh Immanuel Tarigan pada Rabu(1/7/2020) lalu. Dalam pertimbangannya hakim tidak melihat adanya hal dapat dimaafkan dari perbuatan Zuraida Hanum. Bahkan menurut hakim, Zuraida Hanum telah menghilangkan nyawa Jamaluddin di tempat tidurnya sendiri yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman bagi dirinya.
Selain itu, Zuraida Hanum, juga melakukan aksinya bersama dua algojonya yakni kakak beradik Muhammad Jefri dan Muhammad Reza Fahlevi. Muhammad Jefri divonis hakim dengan hukuman seumur hidup. Sedangkan melainkan Reza divonis 20 tahun penjara. Namun saat ini ketiganya melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Medan.