Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa memakmurkan masjid bisa mencegah dan menghilangkan radikalisme. Masjid perlu dimakmurkan dengan anak anak muda yang mempunyai pengetahuan ke Islaman sehingga mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. “Dengan memakmurkan masjid melalui pengelolaan yang baik maka masjid bukan menjadi klaster terorisme dan radikalisme. Tetapi masjid menjadi tempat terwujudnya Islam yang rahmatan lil alamin. Kalau sudah rahmatan lil alamin tidak mungkin menjadi radikal,” kata Hidayat Nur Wahid dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR yang dikemas dalam bentuk Temu Tokoh Nasional kerjasama MPR dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Administrasi Jakarta Selatan, di Jakarta, Minggu (13/12/2020). Hidayat Nur Wahid, yang biasa disapa HNW, menolak anggapan bahwa radikalisme muncul dari masjid. Anggapan itu menyebutkan bahwa munculnya radikalisme karena dari anak anak muda yang mempunyai kemampuan pengetahuan Al Qur’an dan bahasa Arab kemudian menebarkan radikalisme. “Masjid bukanlah tempat penyemaian radikalisme. Justru kalau ingin radikalisme diberantas maka masjid perlu dimakmurkan dengan orang orang yang mempunyai pengetahuan Al Qur’an. Kalau mereka bertakwa pastilah tidak radikalis,” tandasnya.
Hidayat menceritakan saat masih menjadi ketua MPR bersama tokoh Islam dunia lainnya pernah mengunjungi China. Pada saat itu sudah muncul isu bahwa masjid menjadi tempat tumbuhnya paham radikalisme karena anak anak muda di masjid. “Kami sampaikan ke pihak China, justru kalau ingin menghilangkan radikalisme dari anak anak muda maka mereka jangan dilarang ke masjid. Justru bukalah masjid itu supaya anak anak muda datang ke masjid,” kata Hidayat. “Sebab kalau anak anak muda datang ke masjid maka mereka akan bertemu, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan jamaah lainnya mendengarkan nasihat nasihat yang baik. Tapi kalau masjid ditutup akhirnya anak anak muda mencari pertemuan di tempat yang lain, tempat yang tertutup dan eksklusif. Anak anak muda malah bertemu dengan mereka yang membuatnya menjadi radikal,” imbuhnya.
Terkait Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika), lanjut Hidayat, sesungguhnya adalah warisan jihad dan ijtihad dan hadiah dari peran serta para kiai dan ulama baik dari Ormas Islam maupun dari partai Islam. Hidayat menyebutkan beberapa tokoh seperti KH Wahid Hasyim dari NU, KH Mas Mansyur dari Muhammadiyah, KH Abdul Halim dari PUI, dan lainnya. “Para tokoh ini, baik dari NU, Muhammadiyah, PUI, Persis, Al Khairiyah, Partai partai Islam, pastilah orang yang aktif di masjid, bukan sekadar jamaah, tetapi menjadi khatib dan orang yang memakmurkan masjid. Dengan kecintaan pada Indonesia, para tokoh ini menyelamatkan Indonesia dari Belanda dan dari paham komunisme. Inilah Indonesia sekarang yang diwarisi oleh mereka,” jelasnya. Para tokoh Islam ini, lanjut Hidayat, terlibat dalam memerdekakan Indonesia dan membahas dasar negara Indonesia merdeka. hingga bentuk Pancasila dalam UUD NRI Tahun 1945. “Lima sila Pancasila adalah sila sila yang akrab dengan orang masjid atau aktivis masjid. Seperti Ketuhanan yang Maha Esa, orang masjid pasti paham. Jamaah identik dengan persatuan,” ujar Hidayat memberi contoh.
“Memahami dengan baik tentang Pancasila melalui pendekatan peran serta ulama dalam sejarah kebangsaan Indonesia perlu disegarkan terus menerus dalam sosialisasi Empat Pilar. Dengan cara itu maka ketika kita memakmurkan masjid, kita mempunyai pegangan bahwa para tokoh Islam masuk ahlus sunnah wal jamaah memperjuangkan dan mempertahankan Indonesia merdeka,” pungkasnya.